4 Mar 2012

Kog Ngompol Lagi?


Kejadian mengompol biasanya dialami sejak lahir sampai usia 3 tahunan. Usia 3 tahun di mana anak mulai belajar toilet training yaitu membiasakan buang air kecil/besar di tempat yang seharusnya.

Ketika fase ini dimulai dan terlewati dengan baik, anak diharapkan mulai dapat menggunakan toilet sebagaimana mestinya dan berhenti mengompol. Namun, pada kondisi tertentu ada anak-anak yang kemudian kembali ngompolmeski sebelumnya telah sukses melalui fase toilet training.
 
Enuresis
 
Kondisi anak yang sudah berhenti ngompol lalu kembali ngompol lagi dalam dunia medis dikenal dengan istilah Enuresis. Kondisi ini terjadi pada anak usia paling sedikit lima tahun, masa dimana anak sebetulnya sudah bisa tidak mengompol lagi. Seperti dikatakan oleh dr Andri SpKJ dari RS Omni Alam Sutera, Tangerang, enuresis adalah kondisi mengompol pada siang atau malam hari sedikitnya dua kali dalam seminggu dan telah berlangsung selama minimal tiga bulan.

“Mengompol disini maksudnya adalah hanya ketika dia tidur, bukan dalam artian tidak bisa menahan kencing,” ujar Andri.

Psikiater yang mendalami kekhususan di bidang psikosomatik medis dari American Psychocomatic Society ini mengatakan, anak-anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas (anak ADHD) kerap mengalami hal ini. Selain itu akibat dari peristiwa traumatik yang baru saja terjadi, serta kecemasan pada anak dapat menjadi pemicunya.

Enuresis terbagi dua:

Enuresis Primer

Anak yang sejak lahir hingga usia 5 atau 6 tahun masih ngompol. Belum diketahui secara pasti penyebab utamanya. Disebutkan keterlambatan matangnya fungsi susunan saraf pusat sebagai penyebab utama di samping faktor genetik, gangguan tidur, kurangnya kadar antidiuretic (ADH) dalam tubuh, atau kelainan anatomi lainnya.


Pada anak normal, ketika kandung kencing sudah penuh oleh urin, sistem saraf di kandung kencingnya akan melapor kepada otak. Kemudian, otak akan mengirim pesan balik ke kandung kencing. Otak lalu meminta kandung kencing untuk menahan pengeluaran air kencing, sampai si anak betul-betul sudah siap di toilet. Tetapi pada anak dengan keterlambatan matangnya SSP, proses ini tidak terjadi, sehingga saat kandung kencingnya penuh, anak tidak dapat menahan keluarnya air kencing tersebut.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa enuresis primer bisa terjadi akibat faktor keturunan. Bila kedua orangtua mempunyai riwayat enuresis, maka 77 persen kemungkinan anak mereka akan mengalami hal yang sama. Jika hanya salah satu orang tua yang pernah mengalami enuresis, maka terdapat sekira 44 persen kemungkinan anak akan terpengaruh. Tetapi, kalau tidak ada satu pun orang tua yang pernah mengalami enuresis, maka kemungkinan anak terkena enuresis hanya 15 persen saja.
 
Enuresis Sekunder

Anak yang setidaknya selama 6 bulan berhenti mengompol lalu mendadak ngompol kembali. Dalam hal ini biasanya terjadi ketika ketika anak tiba-tiba mengalami stres kejiwaan seperti pelecehan seksual, kematian dalam keluarga, mendapat adik baru, perceraian orangtua, atau masalah psikis lainnya.

“Jangan lupakan, kondisi medis umum yang sering menjadi penyebab ngompol seperti infeksi saluran kemih, kejang, adanya abnormalitas pada sistem saluran kemihnya dan diabetes insipidus. Kondisi seperti ini yang HARUS disingkirkan terlebih dulu,” tandas Andri.

Kondisi Stres Akut

Jika secara organik tidak ada penyakit medis yang menyebabkan anak kembali mengompol, maka pertama kali yang harus ditangani adalah pemicunya. Pada enuresis sekunder kebanyakan dalam kondisi stres akut dan biasanya orangtua sudah bisa mengenali ini. Langkah awal yang harus diambil dalam mengatasi enuresis sekunder adalah dengan terlebih dulu mengenali perubahan mendadak yang terjadi dalam kehidupan anak. Bila anak mengalami stres kejiwaan, penanganan secara psikis sangat dibutuhkan

Tanda Anak Depresi

Seorang anak menjadi depresi karena ketidakmampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan. “Pembelajaran menjadi sulit karena lingkungan – menurut anak - dianggap tidak dapat membantu. Bahkan orangtua pun dapat berperan dalam timbulnya depresi pada anak,” tambah dokter yang juga mengajar di Divisi Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Barat.

“Orangtua yang menuntut terlalu besar, tidak mampu mendengarkan anak, atau yang terlalu dekat dengan anak sehingga sulit dilepaskan bisa membuat anak depresi jika pada suatu saat kondisi itu tidak ada lagi,” imbuhnya.

Lebih jauh Andri mengungkapkan, enuresis ini dapat dikatakan salah satu tanda anak mengalami depresi. Selain ngompol, coba perhatikan tanda lainnya seperti; apakah ia kurang bergairah? Sering marah-marah sampai tantrum? Mudah terpancing emosi dan sulit berkonsentrasi? Dengan indikasi tersebut dapat dikatakan anak sedang mengalami depresi.

Solusinya?

Pertama, temukan apa pemicu sebenarnya. Coba tangani pemicunya. Jika Anda sudah tidak dapat menanganinya sendiri, bawalah si kecil untuk mendapat penanganan profesional seperti psikolog atau psikiater.

“Kadang yang membuat sulit adalah pemicu itu berasal dari orangtua sendiri dan mereka tidak menyadarinya. Misal, anak trauma dengan kekerasan yang dilakukan orangtua terhadap dirinya. Atau, menyaksikan keributan orangtua yang menakutkan. Kalau sudah demikian usaha perlu dari pihak ketiga yang dapat melihatnya secara objektif. Kecuali orangtua menyadari pemicunya berasal dari diri mereka, maka orangtua dapat memodifikasi kondisi lingkungan agar anak menjadi lebih nyaman,” tutup Andri.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes